Faktor Penurunan Harga Properti Akibat Riwayat Bencana Alam

Dalam dunia properti, salah satu faktor penting yang sering diabaikan oleh calon pembeli maupun investor adalah riwayat banjir dan bencana alam.
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis, memiliki risiko yang cukup tinggi terhadap berbagai bencana alam, mulai dari banjir, gempa bumi, hingga tanah longsor. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial masyarakat, tetapi juga secara signifikan mempengaruhi nilai properti di wilayah terdampak.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan dampak negatif dari riwayat banjir dan bencana alam, pasar properti di wilayah tersebut mengalami fluktuasi yang mencolok.
Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana riwayat banjir dan bencana alam dapat mempengaruhi harga properti, apa saja faktor-faktor yang terlibat, dan bagaimana hal ini seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi para pemangku kepentingan di sektor properti.
Baca juga: Kaya dari Properti: Pengertian Hingga Tips Investasi Properti
Faktor Utama Penurunan Harga Properti oleh Riwayat Bencana
Banjir dan bencana alam lainnya memiliki dampak yang signifikan terhadap harga properti di Indonesia. Ketika suatu daerah tercatat memiliki riwayat banjir atau bencana alam lainnya, harga properti di wilayah tersebut cenderung menurun.
Dampak ini tidak hanya dirasakan secara langsung setelah bencana terjadi, tetapi juga bisa bertahan dalam jangka panjang, terutama jika daerah tersebut tidak mengambil langkah-langkah mitigasi yang memadai. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang dijelaskan sebagai berikut.
1. Persepsi Risiko oleh Pembeli

Salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan harga properti di daerah yang rawan banjir dan bencana alam adalah persepsi risiko.
Calon pembeli properti biasanya sangat mempertimbangkan keamanan dan stabilitas lingkungan sebelum memutuskan untuk membeli properti. Daerah yang memiliki riwayat banjir berulang atau bencana alam lainnya sering kali dianggap berisiko tinggi, sehingga mengurangi minat pembeli.
Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan oleh National Bureau of Economic Research menemukan bahwa harga properti di daerah yang mengalami banjir parah cenderung turun sekitar 5-10% setelah banjir terjadi.
Seperti halnya dengan banjir, persepsi risiko memainkan peran penting dalam menurunkan harga properti di daerah yang rawan bencana alam lainnya. Daerah yang sering dilanda gempa bumi atau tanah longsor, misalnya, cenderung dipandang sebagai wilayah berisiko tinggi oleh calon pembeli.
Hal ini menunjukkan bahwa persepsi risiko oleh pembeli sangat mempengaruhi keputusan mereka dalam berinvestasi di sektor properti.
Baca juga: 5 Strategi Menguntungkan Investasi Properti di Jakarta
2. Peningkatan Biaya Asuransi dan Rekonstruksi

Selain itu, peningkatan biaya asuransi juga menjadi faktor penting yang berkontribusi pada penurunan harga properti. Properti yang berada di daerah rawan banjir atau bencana alam biasanya memerlukan asuransi khusus yang biayanya lebih tinggi.
Bencana alam seperti gempa bumi dan tanah longsor dapat menyebabkan kerusakan fisik yang berat pada bangunan.
Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), wilayah-wilayah yang memiliki riwayat banjir sering kali mengalami lonjakan biaya asuransi hingga 20% dibandingkan dengan wilayah yang relatif aman dari bencana.
Selain itu, properti di daerah rawan gempa mungkin memerlukan perbaikan struktural tambahan atau penguatan untuk memenuhi standar bangunan tahan gempa, yang menambah beban finansial bagi pemilik. Hal ini membuat properti tersebut menjadi kurang menarik bagi pembeli dan investor, yang pada akhirnya berkontribusi pada penurunan harga.
Sehingga, hal tersebut menambah beban finansial bagi pemilik properti dan semakin menurunkan minat pasar terhadap properti tersebut.
Baca juga: 7 Tips bagi Investor Properti di Jakarta Pasca Ibukota Pindah
3. Penurunan Daya Tarik Investasi

Minat investasi di daerah yang rawan bencana juga mengalami penurunan yang cukup besar. Investor cenderung menghindari properti di daerah yang memiliki riwayat bencana alam karena dianggap beresiko tinggi dan berpotensi mengalami penurunan nilai.
Mereka lebih memilih berinvestasi di daerah yang stabil dan memiliki prospek pertumbuhan yang lebih baik. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap properti di daerah rawan bencana menjadi rendah, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan harga properti.
Sebuah studi oleh World Bank mencatat bahwa daerah yang sering terkena bencana alam memiliki pertumbuhan harga properti yang lebih lambat dibandingkan dengan daerah lain yang tidak terkena dampak bencana. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya risiko dan ketidakpastian yang terkait dengan investasi di wilayah tersebut, yang pada akhirnya berdampak negatif pada harga properti jangka panjang.
Oleh karena itu, hal tersebut membuktikan bahwa riwayat bencana alam menjadi pertimbangan utama bagi investor dalam menentukan lokasi investasi properti.
Baca juga: Investasi Properti di Solo? Ini Keuntungan dan Tipsnya
4. Ketidakpastian Hukum dan Tata Ruang

Setelah bencana alam, seringkali terjadi perubahan atau pengetatan regulasi tata ruang dan bangunan di daerah terdampak.
Salah satu tindakan yang kerap dilakukan adalah pengetatan aturan pembangunan, yang mencakup pembatasan atau larangan pembangunan baru di area berisiko tinggi. Misalnya, daerah yang mengalami tanah longsor berulang mungkin dilarang untuk pengembangan properti lebih lanjut atau hanya diizinkan dengan syarat ketat.
Pengetatan regulasi dan ketidakpastian hukum ini sering kali menyebabkan calon pembeli dan investor mempertimbangkan ulang keputusan mereka untuk berinvestasi di properti di wilayah tersebut.
Sehingga calon pembeli atau investor enggan untuk berinvestasi di properti di wilayah tersebut karena ketidakpastian yang akibatnya menurunkan nilai pasar properti di sana.
Secara keseluruhan, riwayat banjir dan bencana alam secara langsung mempengaruhi harga properti di dunia, termasuk di Indonesia. Persepsi risiko oleh calon pembeli, peningkatan biaya asuransi, penurunan daya tarik investasi, serta ketidakpastian hukum menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan harga properti di daerah rawan bencana.
Fenomena ini menunjukkan bahwa riwayat bencana alam seharusnya menjadi salah satu pertimbangan utama dalam proses pengambilan keputusan investasi di sektor properti. Para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pengembang, dan investor, perlu memperhatikan dan mengelola risiko ini dengan lebih baik untuk menjaga stabilitas pasar properti.
Kesimpulan
Dalam menghadapi tantangan banjir dan bencana alam, pasar properti menghadapi risiko penurunan harga yang signifikan. Beberapa faktor utama yang menyebabkan harga properti di wilayah terdampak cenderung merosot.
Untuk memitigasi dampak ini, diperlukan upaya yang secara menyeluruh dari berbagai pihak, termasuk peningkatan infrastruktur, penerapan asuransi yang lebih terjangkau, dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai langkah-langkah mitigasi bencana. Hanya dengan pendekatan yang menyeluruh, pasar properti di daerah rawan bencana dapat tetap stabil dan menarik bagi para pembeli maupun investor.
Upaya mitigasi risiko menjadi sangat penting dalam menjaga daya saing pasar properti, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap bencana alam. Langkah-langkah pencegahan, seperti pembangunan sistem drainase yang lebih baik, perbaikan tata ruang wilayah, serta penerapan standar bangunan tahan bencana, perlu dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
Dengan demikian, properti di Indonesia dapat tetap menjadi aset yang berharga, meskipun berada di daerah yang memiliki riwayat banjir atau bencana alam.